spot_imgspot_img

Pajak Pedagang Online Ditunda, Purbaya: Ekonomi Belum Pulih

- Advertisement -

Nasional, SOSIO: Pungutan pajak pedagang online di platform seperti Tokopedia dan sejenisnya resmi ditunda oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa.

Kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dengan tarif 0,5 persen, yang semula dijadwalkan berlaku mulai 14 Juli 2025, ditunda karena kondisi perekonomian Indonesia yang dinilai belum sepenuhnya pulih.

Penundaan ini juga dipicu oleh adanya gejolak penolakan dari pelaku usaha daring terhadap aturan tersebut.

Gejolak penolakan terhadap kebijakan pajak pedagang online yang baru-baru ini terjadi disebutkan oleh Purbaya sebagai alasan untuk menunda pelaksanaannya, sebagaimana disampaikan di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (26/9), dikutip dari CNBC Indonesia.

Alasan Penundaan Pajak

Kebijakan penundaan pajak pedagang online diambil untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah upaya pemulihan ekonomi.

Purbaya menjelaskan bahwa dampak dari kebijakan pemindahan saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke sektor perbankan perlu dievaluasi terlebih dahulu.

Dana tersebut dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menurut Purbaya, kebijakan pajak pedagang online akan dipertimbangkan kembali setelah dampak dari penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di perbankan, yang bertujuan untuk mendorong perekonomian, mulai terlihat.

“Jadi kita enggak ganggu dulu daya beli sebelum dorongan ekonomi masuk ke sistem perekonomian,” tandasnya.

Latar Belakang Aturan Pajak

Aturan pajak pedagang online pertama kali digagas oleh mantan Menkeu Sri Mulyani melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025.

Regulasi ini menetapkan bahwa pedagang daring dengan peredaran bruto di atas Rp500 juta per tahun wajib membayar PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen.

Pedagang juga diharuskan melaporkan bukti peredaran bruto ke platform marketplace tempat mereka berjualan.

Kepastian hukum dan kemudahan administrasi perpajakan bagi pelaku usaha daring dijelaskan oleh Sri Mulyani sebagai tujuan utama kebijakan tersebut, sebagaimana disampaikan dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK III 2025 di Kantor LPS, Jakarta Selatan, Senin (28/7).

Kebijakan itu, menurutnya, dirancang untuk memfasilitasi administrasi tanpa menambahkan kewajiban baru bagi pedagang daring.

Dampak Penundaan

Penundaan ini disambut baik oleh pelaku usaha daring yang merasa terbebani dengan rencana pajak tersebut.

Dengan ditundanya kebijakan, pelaku usaha di platform e-commerce mendapat kelonggaran untuk fokus pada pengembangan bisnis tanpa tambahan beban perpajakan.

Kebijakan ini juga diharapkan dapat mempertahankan daya beli masyarakat, yang menjadi salah satu pendorong utama roda perekonomian.

Namun, Purbaya menegaskan bahwa penundaan ini bersifat sementara. Evaluasi terhadap dampak kebijakan SAL Rp200 triliun akan menjadi penentu kapan pajak pedagang online akan diberlakukan kembali.

“Kebijakan ini akan dipertimbangkan kembali setelah perekonomian menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang lebih kuat,” ujarnya.

Bagikan

Komentar

Artikel Terkait
- Advertisment -spot_img

Populer

- Advertisment -